Monday, November 23, 2015

Sore harinya, tampak para orangtua di gang tersebut berkumpul di rumah Jung Hwan untuk makan bersama merayakan kemenangan Taek. Mereka bercakap-cakap dan terus menyanjung Taek betapa berbakti dan dewasanya dia, dan begitu berbeda sekali dengan anak-anak yang lain yang hanya menghamburkan uang. Ayahnya Jung Hwan pun juga tak lupa merekam para bapak-bapak dan ibu-ibu itu dengan kamera barunya. Tak lama, Jung Hwan dan Dong Ryung datang, disusul dengan Sun Woo dan Duk Seon. Tentu saja, salam “antik” antara Duk Seon dan ayahnya Jung Hwan tak terlewatkan XD (dan jujur itu adiktif, Unnie Mimin sendiri tanpa sadar suka mendendangkan salamnya…ugh…). 


Taek sedikit terlambat karena disuruh Duk Seon untuk meminjam komik terlebih dahulu. Begitu dia sampai, para orangtua heboh menyambutnya. Ayahnya Duk Seon memperlakukannya bagaikan orang terhormat dan memperkenalkan dia sebagai menantunya. Namun segera dibantah ibunya Sun Woo, yang menyatakan bahwa Taek akan menikahi Jin Joo. Dan dibalas lagi oleh ibu Duk Seon, bahwa dia sudah duluan mengklaim Taek sebagai menantunya. Sementara itu, ibu dan ayahnya Jung Hwan malah memperkenalkan diri mereka sebagai orangtua baru Taek. Tidak heran sih, Unnie Mimin juga mau jadi kandidatnya, ehem, kandidat istri lho ya, bukan mertua, hahahaha XD


Setelah Taek masuk ke kamar Jung Hwan untuk bergabung dengan anak-anak lainnya, para orangtua kembali mengobrol. Tiba-tiba ibu Jung Hwan menanyakan berapa jumlah hadiah uang yang dimenangkan Taek untuk kejuaraan tersebut, yang dijawab ayahnya bahwa itu sebesar 50.000.000 won (yang berarti sekitar Rp500.000.000, dan ingat itu pada tahun 1988, wow!).

Kemudian kamera berpindah ke kamar Jung Hwan menyorot Duk Seon, Sun Woo, Jung Hwan dan Dong Ryong yang menunjukkan ekspresi kaget sambil meneriakkan “50.000.000 Won” dan juga rupa Taek yang kebingungan melihat reaksi teman-temannya. Duk Seon pun akhirnya berinisatif meminta Taek mentraktir dddukbokki yang langsung disetujui anak-anak lainnya. 


Mereka kemudian duduk bersama sambil makan dan mengobrol. Di tengah percakapan, Sun Woo menanyakan Taek apakah dia akan pergi ke Cina lagi dan apakah dia akan kembali sebelum ulang tahunnya atau tidak. Duk Seon yang lugu langsung bersemangat dan menanyakan Sun Woo apakah dia ingin merayakan ulang tahunnya Taek yang langsung dibalas Jung Hwan bahwa mereka ingin Taek membawakan miras dari Cina. Mendengar itu, Duk Seon otomatis berteriak “IBU!” untuk mengadukan mereka semua namun jari Sun Woo sudah terlebih dahulu menahan mulut Duk Seon.


Setelah memastikan Duk Seon tak akan mengadukan mereka, Duk Seon pun diperbolehkan meninggalkan kamar untuk mengambil jus. Dia juga diperingatkan Jung Hwan untuk hanya mengambil jus saja dan tidak memakan sosis di kulkas karena itu milik kakaknya Jung Bong. Namun, sepertinya peringatan Jung Hwan hanya masuk kuping kiri keluar kuping kanan saja. Karena sehabis dia mengambil jus, matanya masih mengintai isi kulkas kesana-kemari. Sialnya, dia tak bisa menemukan sosis tersebut.


Namun, tepat sebelum Duk Seon kembali ke kamar Jung Hwan, dia tiba-tiba melihat Jin Joo sedang duduk sambil menggenggam sosis di kedua tangannya. Ia pun langsung mendekati Jin Joo bagaikan mangsa empuknya, meminta dengan manis pada gadis kecil itu untuk memberikannya segigit. Tapi dengan serakah, Duk Seon membuka mulutnya lebar-lebar dan nyaris menghabiskan sosis itu dalam satu gigitan sehingga membuat Jin Joo menangis. Ia pun langsung mengeluarkan kembali sosis tersebut dari dalam mulutnya, namun itu tetap tak menghentikan tangis Jin Joo. Untunglah dia tertolong nyanyian para orangtua yang membuat Jin Joo menari dan berhenti menangis. Deuk Seon pun akhirnya kembali masuk ke kamar Jung Hwan dan tak lama setelah itu, lima sekawan tersebut pergi keluar untuk makan ddukbokki meninggalkan para orangtua mereka yang sedang heboh bernyanyi.

Adegan pun dipercepat hingga sehari setelah penutupan Olimpiade Seoul 1988. Terlihat Duk Seon sedang menyiapkan sarapan dan membangunkan adiknya. Ternyata, orangtuanya sedang berada di rumah neneknya karena kondisi kesehatan neneknya sedang tidak baik. Namun, ritual pagi di rumah Duk Seon tidaklah berubah. Ia dan Bo Ra masih saja terus bertengkar, malah justru lebih hebat karena orangtua mereka tidak ada. Yang menjadi korbannya? Tentu saja No Eul…


Siang hari pun tiba, tampak tiga sekawan SMA Ssangmun sedang makan siang bersama di sekolah sambil berbagi bekal. Seperti biasa, Dong Ryong mengkritik masakan ibunya Sun Woo yang rasanya selalu ajaib yang dibalas Sun Woo dengan mengkritik bekal Dong Ryong yang selalu simpel dan instan. Kemudian Jung Hwan mengingatkan Sun Woo untuk tidak lupa bermain sepak bola saat istirahat siang. Namun Sun Woo menolak karena tidak suka bermain dengan salah satu kakak kelasnya yang dijuluki “Si Anjing Kampung Gila”. Akhirnya Dong Ryong turut membujuk Sun Woo sambil melakukan aegyo, yang juga dicoba Jung Hwan, namun gagal XD.


Sementara itu di SMA Wanita Ssangmun, Duk Seon dan salah satu sahabatnya terlihat begitu menikmati membaca novel  romantis yang sedikit, ehem, vulgar.


Kemudian kamera kembali menyorot ke SMA Ssangmun, di mana tampak Dong Ryong, Sun Woo, dan Jung Hwan sedang berlari menghampiri “Si Anjing Kampung Gila” yang menyuruh mereka untuk bergegas. Rupanya bujuk rayu Dong Ryong dan Jung Hwan ampuh, karena Sun Woo akhirnya ikut bermain dengan syarat Jung Hwan harus mengurus kakak kelasnya itu.


Permainan sepak bola pun dimulai. Sun Woo dan Jung Hwan yang topless (tapi berhubung latar SMA, badannya masih kurus-kurus, tapi tetap membuat Unnie Mimin tersipu sih, hahaha) bermain bola dengan lihai dan bekerja sama dengan sangat baik. Bahkan Sun Woo selalu mencetak gol. Yang menjadi biang kerok di tim mereka justru adalah “Si Anjing Kampung Gila”. Ia bermain dengan kasar dan tidak mau mengoper bola pada siapa pun, terutama Sun Woo. Padahal tiap kali dia mencoba mencetak gol, selalu saja gagal. Sun Woo yang risih melihat kelakukan kakak kelasnya itu hanya menghela napas panjang sambil ditepuk-tepuk bahunya oleh Jung Hwan. Selain itu, setiap Sun Woo mendapat bola atau mencetak gol, eskpresi “Si Anjing Kampung Gila” selalu tampak jengkel, meskipun mereka rekan satu tim, huff…


Sementara itu, Duk Seon masih sibuk dengan novel-novel romantisnya. Dia mengeluh pada temannya sehabis menyelesaikan satu judul, karena novel tersebut kurang vulgar. Kemudian dia mengambil satu judul baru lagi dari tumpukan novel di atas mejanya sambil berkata “Jangan kecewakan aku, berikan aku halaman-halaman vulgar…”. Tiba-tiba salah satu temannya memberi tahu kalau dia sedang dicari guru. Alhasil, Duk Seon dan temannya panik berusaha menyembunyikan novel-novel vulgar tersebut. Menaruhnya dalam tas sambil ditutupi dengan tumpukan pembalut. Temannya bahkan bilang kalau Duk Seon sampai ketahuan, katakan saja bahwa novel-novel itu adalah milik temannya. Waah, teman yang setia kawan!


Sesampainya Duk Seon di ruang guru, Gurunya menyerahkan telepon padanya. Ternyata itu adalah dari kakaknya yang menyampaikan bahwa nenek mereka telah meninggal. Duk Seon pun langsung bersimbah air mata dan tak dapat menghentikan isak tangisnya.


Adegan kemudian berpindah ke tiga sekawan SMA Ssangmun. Mereka sedang mencuci muka sehabis bermain sepak bola sambil mendiskusikan jalannya pertandingan mereka tadi. Mereka semua sepakat bahwa kalau tidak gara-gara kakak kelas mereka yang menyebalkan itu, pastilah tim mereka bisa mencetak gol lebih banyak. Kemudian Jung Hwan bertanya kepada Dong Ryong, jam berapa mereka akan menonton film. 


Namun, tiba-tiba “Si Anjing Kampung Gila” bersama dua temannya datang menghampiri mereka bertiga. Dengan sarkasme, dia memuji keandalan Sun Woo bermain bola. Dia juga mengkritik Sun Woo yang memakai kalung meskipun dia ketua OSIS (sepertinya memakai aksesoris di sekolah di larang pada zaman itu). Dan membentak dia untuk melepaskan kalung itu. Namun, kata-kata “Si Anjing Kampung Gila” sama sekali tidak digubris Sun Woo. Dia hanya diam, mendengarkan sambil menatap tajam kakak kelasnya itu. Syukurlah, karena kelas akan segera dimulai, “Si Anjing Kampung Gila” dan kedua temannya pun pergi meninggalkan mereka.


Setelah kakak kelasnya pergi, Jung Hwan mengkritik Sun Woo mengatakan apakah dia tak bisa melepaskan kalung itu sebentar saja. Sun Woo pun menjawab bahwa kalung itu pemberian mendiang ayahnya, jadi bagaimana bisa dia melepaskannya. Jung Hwan merespon dengan berkata kenapa tidak bisa, toh hanya dilepas sebentar saja, dan tinggal dipakai lagi nanti. Kemudian dia meninggalkan Sun Woo sendirian.

Malam pun tiba, terlihat Duk Seon, Bo Ra dan No Eul sedang mengendarai bus menuju rumah neneknya. Duk Seon dan Noel tampak begitu sedih. Bahkan Duk Seon masih saja meneteskan air matanya. Hanya Bo Ra yang terlihat tegar, sambil mengurus kedua adiknya. 


Setibanya mereka di rumah nenek, mereka terkejut. Suasana rumah duka dalam bayangan mereka yang sedih justru malah ramai dan penuh canda tawa seperti sebuah pesta. Sama sekali tak terlihat isak tangis ataupun wajah sedih.


Duk Seon bahkan bingung kenapa ayah dan para bibinya bersikap seolah tak terjadi apa-apa dan malah hanya mengobrol kesana-kemari sambil menyunggingkan senyum. Pamannya yang tinggal di Amerika pun sama sekali tak tampak batang hidungnya. Duk Seon sampai merasa kasihan pada neneknya, karena anak-anaknya bersikap seperti itu.


Sementara itu, Jung Hwan, Sun Woo, dan Dong Ryong rupanya membolos kelas malam untuk menonton film dewasa. Mereka berganti pakaian di stasiun dan pergi menuju bioskop. Namun sialnya, rupanya sudah ada polisi yang berjaga di sana sehingga mereka tak bisa masuk berhubung mereka masih di bawah umur. Padahal sebelumnya Dong Ryong sudah yakin tak akan ada polisi. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk kembali lagi besok.



| 1 | 2 | 3 |

0 comments:

Post a Comment